Kamis, 09 Juni 2011
Selasa, 12 April 2011
sejarah x
Jenis - jenis penulisan sejarah
1.Sejarah Lisan
Merupakan upaya mengetahui kejadian masa lalu yang dilakukan dengan teknik wawancara pada tokoh atau pelaku sejarah yang berkaitan dengan kejadian atau tema tertentu. Sejarah lisan dengan demikian memiliki dua fungsi, pertama ia sebagai metode (cara penulisan sejarah) dan kedua sebagai sumber sejarah.
2.Sejarah Sosial
Merupakan penulisan sejarah yang berkaitan dengan tema-tema sosial seperti kemiskinan, perbanditan, kekerasan, kriminalitas, pelacuran, perlawanan terhadap kolonial, pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi dan sebagainya.
3.Sejarah Kota
Sebagaimana sejarah sosial, permasalahan yang menjadi bidang kajian sejarah kota juga sangat luas. Diantara bidang kajian yang termasuk dalam sejarah kota antara lain, perkembangan ekologi (lingkungan) kota; transformasi atau perubahan sosial ekonomi masyarakat kota (termasuk di dalamnya adalah industrialisasi dan urbanisasi); sistem sosial dalam masyarakat kota; problem-problem sosial seperti masalah kepadatan dan heterogenitas; dan mobilitas sosial masyarakat perkotaan. Sejarawan banyak yang memasukkan sejarah kota juga dalam sejarah sosial atau sejarah lokal.
4.Sejarah Pedesaan
Sejarah pedesaan adalah sejarah yang secara khusus meneliti tentang desa atau pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi petanian.
5.Sejarah Ekonomi
Sejarah ekonomi merupakan salah satu unit penulisan sejarah yang mempelajari berbagai faktor yang menentukan jalannya perkembangan perekonomian (produksi, distribusi dan konsumsi) suatu masyarakat.
6.Sejarah Kebudayaan
Merupakan kajian historis yang membahas tentang pola-pola kehidupan (morfologi budaya) dan kesenian.
7.Sejarah Lokal
Beberapa tema yang merupakan objek penulisan sejarah lokal adalah dinamika masyarakat pedesaan, interaksi antar suku bangsa dalam masyarakat majemuk, revolusi nasional di tingkat lokal, dan biografi tokoh-tokoh lokal.
8.Sejarah Wanita
Bidang kajian dari sejarah wanita ini antara lain meliputi: tentang peranan wanita dalam berbagai sektor sosial-ekonomi, biografi tokoh wanita, gerakan-gerakan wanita, sejarah keluarga dimana peran wanita disini sangat dominan, tentang budaya wanita, dan tema tentang kelompok-kelompok wanita. Sebagai spesialisasi dalam kajian sejarah, sejarah wanita dapat dimasukkan dalam sejarah sosial.
9.Sejarah Agama
Kajian dalam sejarah agama antara lain meliputi, sejarah awal lahirnya agama-agama dunia, aliran-aliran keagamaan pada agama-agama tertentu, gerakan-gerakan keagamaan, pemberontakan ulama dan lain sebaginya.
10.Sejarah Politik
Sejarah politik merupakan sejarah yang mengkaji tentang masalah-masalah pemerintahan, kenegaraan (termasuk partai-partai politik) dan power (kekuasaan).
11.Sejarah Pemikiran
Sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai the study of the role of ideas in historical events and process. Secara lebih kongkrit sejarah pemikiran mencakup studi tentang pemikiran-pemikiran besar, yang berpengaruh pada kejadian bersejarah, serta pengaruh pemikiran tersebut pada masyarakat bawah.
12.Sejarah Kuantitatif
Sejarah kuantitatif adalah penggunaan metode kuantitatif (teknik matematika) dalam penulisan sejarah. Perbedaannya dengan penulisan sejarah lain (sejarah kualitatif) dengan demikian terletak pada penggunaan data sejarah. Kalau sejarah kualitatif datanya berupa deskripsi (berita), peninggalan (bangunan, foto), pikiran, perbuatan, dan perkataan (sejarah lisan), maka sejarah kuantitatif datanya berupa angka-angka (misalnya: angka kejahatan, jumlah murid), statistik (misalnya: harga sembako, perpajakan) dan sensus (misalnya: penduduk, ternak).
I.Jenis - jenis penulisan sejarah
1.Sejarah Lisan
Merupakan upaya mengetahui kejadian masa lalu yang dilakukan dengan teknik wawancara pada tokoh atau pelaku sejarah yang berkaitan dengan kejadian atau tema tertentu. Sejarah lisan dengan demikian memiliki dua fungsi, pertama ia sebagai metode (cara penulisan sejarah) dan kedua sebagai sumber sejarah.
2.Sejarah Sosial
Merupakan penulisan sejarah yang berkaitan dengan tema-tema sosial seperti kemiskinan, perbanditan, kekerasan, kriminalitas, pelacuran, perlawanan terhadap kolonial, pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi dan sebagainya.
3.Sejarah Kota
Sebagaimana sejarah sosial, permasalahan yang menjadi bidang kajian sejarah kota juga sangat luas. Diantara bidang kajian yang termasuk dalam sejarah kota antara lain, perkembangan ekologi (lingkungan) kota; transformasi atau perubahan sosial ekonomi masyarakat kota (termasuk di dalamnya adalah industrialisasi dan urbanisasi); sistem sosial dalam masyarakat kota; problem-problem sosial seperti masalah kepadatan dan heterogenitas; dan mobilitas sosial masyarakat perkotaan. Sejarawan banyak yang memasukkan sejarah kota juga dalam sejarah sosial atau sejarah lokal.
4.Sejarah Pedesaan
Sejarah pedesaan adalah sejarah yang secara khusus meneliti tentang desa atau pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi petanian.
5.Sejarah Ekonomi
Sejarah ekonomi merupakan salah satu unit penulisan sejarah yang mempelajari berbagai faktor yang menentukan jalannya perkembangan perekonomian (produksi, distribusi dan konsumsi) suatu masyarakat.
6.Sejarah Kebudayaan
Merupakan kajian historis yang membahas tentang pola-pola kehidupan (morfologi budaya) dan kesenian.
7.Sejarah Lokal
Beberapa tema yang merupakan objek penulisan sejarah lokal adalah dinamika masyarakat pedesaan, interaksi antar suku bangsa dalam masyarakat majemuk, revolusi nasional di tingkat lokal, dan biografi tokoh-tokoh lokal.
8.Sejarah Wanita
Bidang kajian dari sejarah wanita ini antara lain meliputi: tentang peranan wanita dalam berbagai sektor sosial-ekonomi, biografi tokoh wanita, gerakan-gerakan wanita, sejarah keluarga dimana peran wanita disini sangat dominan, tentang budaya wanita, dan tema tentang kelompok-kelompok wanita. Sebagai spesialisasi dalam kajian sejarah, sejarah wanita dapat dimasukkan dalam sejarah sosial.
9.Sejarah Agama
Kajian dalam sejarah agama antara lain meliputi, sejarah awal lahirnya agama-agama dunia, aliran-aliran keagamaan pada agama-agama tertentu, gerakan-gerakan keagamaan, pemberontakan ulama dan lain sebaginya.
10.Sejarah Politik
Sejarah politik merupakan sejarah yang mengkaji tentang masalah-masalah pemerintahan, kenegaraan (termasuk partai-partai politik) dan power (kekuasaan).
11.Sejarah Pemikiran
Sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai the study of the role of ideas in historical events and process. Secara lebih kongkrit sejarah pemikiran mencakup studi tentang pemikiran-pemikiran besar, yang berpengaruh pada kejadian bersejarah, serta pengaruh pemikiran tersebut pada masyarakat bawah.
12.Sejarah Kuantitatif
Sejarah kuantitatif adalah penggunaan metode kuantitatif (teknik matematika) dalam penulisan sejarah. Perbedaannya dengan penulisan sejarah lain (sejarah kualitatif) dengan demikian terletak pada penggunaan data sejarah. Kalau sejarah kualitatif datanya berupa deskripsi (berita), peninggalan (bangunan, foto), pikiran, perbuatan, dan perkataan (sejarah lisan), maka sejarah kuantitatif datanya berupa angka-angka (misalnya: angka kejahatan, jumlah murid), statistik (misalnya: harga sembako, perpajakan) dan sensus (misalnya: penduduk, ternak).
13.Sejarah Mentalitas
Tema-tema yang menjadi objek studi sejarah mentalitas antara lain meliputi mentalitas revolusioner, kontrarevolusioner, orang-orang militan, kaum anarkis, perbanditan, pelacuran, petualangan, pembunuhan, kriminalitas, konflik desa-kota, fenomena bunuh diri, ketidakwarasan (gila), budaya populer (budaya pop), penindasan perempuan, pertenungan, aborsi, homoseksualitas, dan kematian.
13.Sejarah Mentalitas
Tema-tema yang menjadi objek studi sejarah mentalitas antara lain meliputi mentalitas revolusioner, kontrarevolusioner, orang-orang militan, kaum anarkis, perbanditan, pelacuran, petualangan, pembunuhan, kriminalitas, konflik desa-kota, fenomena bunuh diri, ketidakwarasan (gila), budaya populer (budaya pop), penindasan perempuan, pertenungan, aborsi, homoseksualitas, dan kematian.
sosiologi x
Agen-Agen Sosialisasi
Keluarga
Kelompok yang paling berperan dalam pembentukan pribadi seseorang adalah keluarga.Dimana kita juag diperkenalkan tentang nilai gender misal:anak perempuan membantu ibu di dapur dan anak laki-laki membantu ayahnya membetulkan genting.
Lingkungan Tempat Tinggal
Berdasarkan hasil penelitian anak dari pemukiman miskin menjadi anak yang sering bertabrakan dengan hukum dan anak yang berada di lingkungan yang berada lebih terjaga biasanya menjadi lebih aman keberadaannya.Atau bagaimana keluarga--keluarga yang tinggal di lingkungan sampah tidak menganggap bahaya mengancam ketika anak mereka bermain di tumpukan sampah.
Agama
Dengan nilai yang ada di dalamnya,agama menjadi penting bagi kehidupan kita.Juga pada pemahaman baik dan buruk pada seseorang .
Sekolah
Dalam konteks ini,mereka belajar tentang perspektif yang lebih luas tentang segala hal yang membantu mereka untuk menjalankan peran yang ada di luar keluarga.Misal tentang:patriotisme,kebaikan,demokrasi,kejujuran yang diselipkan dalam pelajaran .Disekolah juga diajarkan pesan-pesan khusus negara.
Kelompok Bermain
Nilai-nilai yang berkeliaran di antara teman dalam kelompok bermain ini sering menjadi sangat menjengkelkan untuk orang tua karena kadang sama sekali tidak pernah didengar di rumah atau di sekolah.Dan untuk konteks remaja,misal keberadaan teman kongko-kongko juga tidak bisa dikesampingkan yang sangat memengaruhi gaya dan tingkah laku kita.
Kelompok yang paling berperan dalam pembentukan pribadi seseorang adalah keluarga.Dimana kita juag diperkenalkan tentang nilai gender misal:anak perempuan membantu ibu di dapur dan anak laki-laki membantu ayahnya membetulkan genting.
Lingkungan Tempat Tinggal
Berdasarkan hasil penelitian anak dari pemukiman miskin menjadi anak yang sering bertabrakan dengan hukum dan anak yang berada di lingkungan yang berada lebih terjaga biasanya menjadi lebih aman keberadaannya.Atau bagaimana keluarga--keluarga yang tinggal di lingkungan sampah tidak menganggap bahaya mengancam ketika anak mereka bermain di tumpukan sampah.
Agama
Dengan nilai yang ada di dalamnya,agama menjadi penting bagi kehidupan kita.Juga pada pemahaman baik dan buruk pada seseorang .
Sekolah
Dalam konteks ini,mereka belajar tentang perspektif yang lebih luas tentang segala hal yang membantu mereka untuk menjalankan peran yang ada di luar keluarga.Misal tentang:patriotisme,kebaikan,demokrasi,kejujuran yang diselipkan dalam pelajaran .Disekolah juga diajarkan pesan-pesan khusus negara.
Kelompok Bermain
Nilai-nilai yang berkeliaran di antara teman dalam kelompok bermain ini sering menjadi sangat menjengkelkan untuk orang tua karena kadang sama sekali tidak pernah didengar di rumah atau di sekolah.Dan untuk konteks remaja,misal keberadaan teman kongko-kongko juga tidak bisa dikesampingkan yang sangat memengaruhi gaya dan tingkah laku kita.
Proses Sosialisasi
- Kita membayangkan bagaimana diri kita dilihat dari orang lain sekitar kita
- Kita menginterpretasi reaksi orang lain dan mengira-ngra apakah mereka suka atau tidak dengan tuduhan pemberontak tadi
- Kita mengembangkan konsep diri,tanpa sadar dipantulkan orang lain
biologi x
Klasifikasi Hewan Kerajaan/Kingdom Animalia - Pembagian Jenis/Macam atau Kategori Binatang Terbagi Menjadi 10 Filum/Phylum
Sun, 12/11/2006 - 11:04am — godam64 Hewan atau animal yang kita kenal selama ini dapat dibagi manjadi sepuluh macam filum / phylum yaitu protozoa, porifera, coelenterata, platyhelminthes, nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata.1. Phylum / Filum Protozoa atau Protosoa
Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran yang mikroskopis hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Protozoa dapat hidup di air atau di dalam tubuh makhluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri atau soliter atau beramai-ramai atau koloni. Contohnya : amuba / amoeba.
2. Phylum / Filum Porifera
Porifera adalah binatang atau hewan berpori karena tubuhnya berpori-pori mirip spon dengan bintang karakter terkenal spongebob squarepants hidup di air dengan memakan makanan dari air yang disaring oleh organ tubuhnya. Contohnya : bunga karang, spons, grantia.
3. Phylum / Filum Coelenterata atau Coelentrata
Coelenterata adalah hewan berongga bersel banyak yang memiliki tentakel contohnya seperti ubur-ubur dan polip. Simetris tubuh coelenterata adalah simetris bilateral hidup di laut. Contohnya yaitu hydra, koral, polip dan jellyfish atau ubur-ubur.
4. Phylum / Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes adalah binatang sejenis cacing pipih dengan simetri tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat syarah yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan sebagai biang timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang / hewan atau manusia. Contohnya antara lain seperti planaria, cacing pita, cacing hati, polikladida.
5. Phylum / Filum Nemathelminthes
Nemathelminthes atau cacing gilik / gilig adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tiak ada sistem peredaran darah. Contoh cacing gilik : cacing askaris, cacing akarm cacing tambang, cacing filaria.
6. Phylum / Filum Annelida atau Anelida
Annelida adalah cacing gelang dengan tubuh yang terdiri atas segmen-segmen dengan berbagai sistem organ tubuh yang baik dengan sistem peredaran darah tertutup. Annelida sebagian besar memiliki dua kelamin sekaligus dalam satu tubuh atau hermafrodit. Contohnya yakni cacing tanah, cacing pasir, cacing kipas, lintah / leeches.
7. Phylum / Filum Mollusca atau Molusca / Moluska
Mollusca adalah hewan bertubuh lunak tanpa segmen dengan tubuh yang lunak dan biasanya memiliki pelindung tubuh yang berbentuk cangkang atau cangkok yang terbuat dari zat kapur untuk perlindungan diri dari serangan predator dan gangguan lainnya. Contoh molluska : kerang, nautilus, gurita, cumi-cumi, sotong, siput darat, siput laut, chiton.
8. Phylum / Filum Echinodermata atau Ecinodermata
Echinonermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan jumlah lengan lima buah bersimetris tubuh simetris radial. Beberapa organ tubuh echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang / tripang / ketimun laut, bulu babi, bintang ular, dolar pasir, bintang laut, lilia laut.
9. Phylum / Filum Arthropoda atau Atropoda
Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh : laba-laba, lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki seribu, udang, lalat / laler, kecoa.
10. Phylum / Filum Chordata
Chordata adalah hewan yang memiliki notokorda atau chorde yaitu tali sumbu tubuh syaraf belakang dengan rangka. Ukuran chordata beragam ada yang besar dan ada yang kecil dengan otak yang terlindung tengkorak untuk berfikir. Contoh chordata adalah manusia, cacing acorn, ikan lancet, ikan paus pembunuh, katak, burung puyuh, kalkun, lemur, beruk, macan, kucing, dan lain sebagainya.
sosiologi x
PENGENDALIAN ATAU KONTROL SOSIAL
A. PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut ( Soekanto, 181:45)
1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.
3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan
4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control).
Menurut Soerjono Soekanto, pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.
2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.
3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaiah atau norma, maka ia akan dikenakan sanksi.
Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :
1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok
2. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya
3. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.
B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian. Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.
a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi ”mengancam sanksi” atau usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi penyimpangan.
b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di dalam versi “menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.
c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang lain.
d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.
e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.
f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga tersebut.
g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal.
C. CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui :
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.
2. Tekanan Sosial
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok tersebut.
Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan pengasingan.
Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. Alat pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat, pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.
3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.
Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang berlaku.
a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat.
b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).
Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan pervasi.
1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap norma-norma sosial yang berlaku.
2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.
2. Fungsi Pengendalian Sosial
Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :
a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.
b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
c. Mengembangkan rasa malu
d. Mengembangkan rasa takut
e. Menciptakan sistem hukum
Kontrol sosial – di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). Adapun yang dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.
Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :
1. Sanksi yang bersifat fisik,
2. Sanksi yang bersifat psikologik, dan
3. Sanksi yang bersifat ekonomik.
Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).
Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah, Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Incentive yang bersifat fisik;
2. Incentive yang bersifat psikologik; dan
3. Incentive yang bersif ekonomik.
Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.
Apakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun.
Ada lima faktor yang ikut menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :
1. Menarik-tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga-warga yang bersangkutan ;
2. Otonom-tidaknya kelompok masyarakat itu;
3. Beragam-tidaknya norma-norma yang berlaku di dalam kelompok itu,
4. Besar-kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan
5. Toleran-tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi.
1. Menarik-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu Bagi Warga yang Bersangkutan.
Pada umumnya, kian menarik sesuatu kelompok bagi warganya, kian besarlah efektivitas kontrol sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti-tingkah pekerti warga itu mudah dikontrol conform dengan keharusan-keharusan norma yang berlaku. Pada kelompok yang disukai oleh warganya, kuatlah kecendrungan pada pihak warga-warga itu untuk berusaha sebaik-baiknya agar tidak melanggar norma kelompok. Norma-norma pun menjadi self-enforcing. Apabila terjadi pelanggaran, dengan mudah si pelanggar itu dikontrol dan dikembalikan taat mengikuti keharusan norma. Sebaliknya, apabila kelompok itu tidak menarik bagi warganya, maka berkuranglah motif pada pihak warga kelompok untuk selalu berusaha menaati norma-norma sehingga karenanya-bagaimanapun juga keras dan tegasnya kontrol sosial dilaksanakan-tetaplah juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
2. Otonom-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu.
Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.
Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu – kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
3. Beragam-Tidaknya Norma-norma yang Berlaku di dalam Kelompok Itu
Makin beragam macam norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok-lebih-lebih apabila antara norma-norma itu tidak ada kesesuaian, atau apabila malahan bertentangan-maka semakin berkuranglah efektivitas kontrol sosial yang berfungsi menegakkannya. Dalil ini pernah dibuktikan di dalam sebuah studi eksperimental yang dilakukan oleh Meyers.
Dihadapkan pada sekian banyak norma-norma yang saling berlainan dan saling berlawanan, maka individu-individu warga masyarakat lalu silit menyimpulkan adanya sesuatu gambaran sistem yang tertib, konsisten, dan konsekuen. Pelanggaran atas norma yang satu (demi kepentingan pribadi) sering kali malahan terpuji sebagai konformitas yang konsekuen pada norma yang lainnya. Maka, dalam keadaan demikian itu, jelas bahwa masyarakat tidak akan mungkin mengharapkan dapat terselenggaranya kontrol sosial secara efektif.
4. Besar-Kecilnya dan Bersifat Anomie-Tidaknya Kelompok Masyarakat yang Bersangkutan
Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukarlah orang saling mengidentifikasi dan saling mengenali sesama warga kelompok. Sehingga, dengan bersembunyi di balik keadaan anomie (keadaan tak bisa saling mengenal), samakin bebaslah individu-individu untuk berbuat “semaunya”, dan kontrol sosialpun akan lumpuh tanpa daya.
Hal demikian itu dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat-masyarakat primitif yang kecil-kecil, di mana segala interaksi sosial lebih bersifat langsung dan face-to-face. Tanpa bisa bersembunyi di balik sesuatu anomie, dan tanpa bisa sedikit pun memanipulasi situasi heterogenitas norma, maka warga masayarakat di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-primitif itu hampir-hampir tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial. Itulah sebabnya maka kontrol sosial di masyarakat primitif itu selalu terasa amat kuatnya, sampai-sampai suatu kontrol sosial yang informal sifatnya-seperti ejekan dan sindiran-itu pun sudah cukup kuat untuk menekan individu-individu agar tetap memerhatikan apa yang telah terlazim dan diharuskan.
5. Toleran-Tidaknya Sikap Petugas Kontrol Sosial Terhadap Pelanggaran yang Terjadi
Sering kali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, melainkan karena sikap toleran (menenggang) agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran, pelaksana kontrol sosial itu sering membiarkan begitu saja sementara pelanggar norma lepas dari sanksiyang seharusnya dijatuhkan.
Adapun toleransi pelaksana-pelaksana kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. Ekstrim-tidaknya pelanggaran norma itu;
b. Keadaan situasi sosial pada ketika pelanggaran norma itu terjadi;
c. Status dan reputasi individu yang ternyata melakukan pelanggaran; dan
d. Asasi-tidaknya nilai moral-yang terkandung di dalam norma-yang terlanggar.
Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial.
Bentuk kontrol sosial atau cara-cara pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.
Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol sosial.
Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.
A. PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut ( Soekanto, 181:45)
1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.
3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan
4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control).
Menurut Soerjono Soekanto, pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.
2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.
3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaiah atau norma, maka ia akan dikenakan sanksi.
Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :
1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok
2. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya
3. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.
B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian. Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.
a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi ”mengancam sanksi” atau usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi penyimpangan.
b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di dalam versi “menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.
c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang lain.
d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.
e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.
f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga tersebut.
g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal.
C. CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui :
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.
2. Tekanan Sosial
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok tersebut.
Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan pengasingan.
Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. Alat pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat, pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.
3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.
Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang berlaku.
a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat.
b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).
Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan pervasi.
1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap norma-norma sosial yang berlaku.
2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.
2. Fungsi Pengendalian Sosial
Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :
a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.
b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
c. Mengembangkan rasa malu
d. Mengembangkan rasa takut
e. Menciptakan sistem hukum
Kontrol sosial – di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). Adapun yang dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.
Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :
1. Sanksi yang bersifat fisik,
2. Sanksi yang bersifat psikologik, dan
3. Sanksi yang bersifat ekonomik.
Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).
Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah, Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Incentive yang bersifat fisik;
2. Incentive yang bersifat psikologik; dan
3. Incentive yang bersif ekonomik.
Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.
Apakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun.
Ada lima faktor yang ikut menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :
1. Menarik-tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga-warga yang bersangkutan ;
2. Otonom-tidaknya kelompok masyarakat itu;
3. Beragam-tidaknya norma-norma yang berlaku di dalam kelompok itu,
4. Besar-kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan
5. Toleran-tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi.
1. Menarik-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu Bagi Warga yang Bersangkutan.
Pada umumnya, kian menarik sesuatu kelompok bagi warganya, kian besarlah efektivitas kontrol sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti-tingkah pekerti warga itu mudah dikontrol conform dengan keharusan-keharusan norma yang berlaku. Pada kelompok yang disukai oleh warganya, kuatlah kecendrungan pada pihak warga-warga itu untuk berusaha sebaik-baiknya agar tidak melanggar norma kelompok. Norma-norma pun menjadi self-enforcing. Apabila terjadi pelanggaran, dengan mudah si pelanggar itu dikontrol dan dikembalikan taat mengikuti keharusan norma. Sebaliknya, apabila kelompok itu tidak menarik bagi warganya, maka berkuranglah motif pada pihak warga kelompok untuk selalu berusaha menaati norma-norma sehingga karenanya-bagaimanapun juga keras dan tegasnya kontrol sosial dilaksanakan-tetaplah juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
2. Otonom-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu.
Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.
Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu – kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
3. Beragam-Tidaknya Norma-norma yang Berlaku di dalam Kelompok Itu
Makin beragam macam norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok-lebih-lebih apabila antara norma-norma itu tidak ada kesesuaian, atau apabila malahan bertentangan-maka semakin berkuranglah efektivitas kontrol sosial yang berfungsi menegakkannya. Dalil ini pernah dibuktikan di dalam sebuah studi eksperimental yang dilakukan oleh Meyers.
Dihadapkan pada sekian banyak norma-norma yang saling berlainan dan saling berlawanan, maka individu-individu warga masyarakat lalu silit menyimpulkan adanya sesuatu gambaran sistem yang tertib, konsisten, dan konsekuen. Pelanggaran atas norma yang satu (demi kepentingan pribadi) sering kali malahan terpuji sebagai konformitas yang konsekuen pada norma yang lainnya. Maka, dalam keadaan demikian itu, jelas bahwa masyarakat tidak akan mungkin mengharapkan dapat terselenggaranya kontrol sosial secara efektif.
4. Besar-Kecilnya dan Bersifat Anomie-Tidaknya Kelompok Masyarakat yang Bersangkutan
Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukarlah orang saling mengidentifikasi dan saling mengenali sesama warga kelompok. Sehingga, dengan bersembunyi di balik keadaan anomie (keadaan tak bisa saling mengenal), samakin bebaslah individu-individu untuk berbuat “semaunya”, dan kontrol sosialpun akan lumpuh tanpa daya.
Hal demikian itu dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat-masyarakat primitif yang kecil-kecil, di mana segala interaksi sosial lebih bersifat langsung dan face-to-face. Tanpa bisa bersembunyi di balik sesuatu anomie, dan tanpa bisa sedikit pun memanipulasi situasi heterogenitas norma, maka warga masayarakat di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-primitif itu hampir-hampir tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial. Itulah sebabnya maka kontrol sosial di masyarakat primitif itu selalu terasa amat kuatnya, sampai-sampai suatu kontrol sosial yang informal sifatnya-seperti ejekan dan sindiran-itu pun sudah cukup kuat untuk menekan individu-individu agar tetap memerhatikan apa yang telah terlazim dan diharuskan.
5. Toleran-Tidaknya Sikap Petugas Kontrol Sosial Terhadap Pelanggaran yang Terjadi
Sering kali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, melainkan karena sikap toleran (menenggang) agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran, pelaksana kontrol sosial itu sering membiarkan begitu saja sementara pelanggar norma lepas dari sanksiyang seharusnya dijatuhkan.
Adapun toleransi pelaksana-pelaksana kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. Ekstrim-tidaknya pelanggaran norma itu;
b. Keadaan situasi sosial pada ketika pelanggaran norma itu terjadi;
c. Status dan reputasi individu yang ternyata melakukan pelanggaran; dan
d. Asasi-tidaknya nilai moral-yang terkandung di dalam norma-yang terlanggar.
Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial.
Bentuk kontrol sosial atau cara-cara pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.
Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol sosial.
Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.
Ekonomi x
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar konsep konsumsi. Konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. KEgiatan konsumsi tidak hanya terpaku pada barang saja, namun juga meluas pada konsumsi jasa misalnya jasa angkutan kota, jasa fotocopy, dan lain sebagainya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendapatan
2. Tingkat pendidikan
3. Tingkat kebutuhan
4. Kebiasaan masyarakat
5. Harga barang
6. Selera masyarakat atau mode
Tujuan Konsumsi
Setiap hari manusia melakukan kegiatan konsumsi, seperti makan dan minum. Apa tujuan manusia melakukan kegiatan konsumsi?
Tujuan konsumsi antara lain sebagai berikut:
1. Pendapatan seseorang tidak semuanya dihabiskan untuk konsumsi
2. Konsumsi akan menciptakan tingkat permintaan masyarakat
3. Konsumsi dapat memenuhi kebutuhan nilai ganda pada seseorang
Nilai Guna Barang
Pada hakikatnya manusia memerlukan barang dan jasa karena barang dan jasa itu memberikan kepuasan, manfaat, dan guna (utility) baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai guna merupakan suatu kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dengan mengkonsumsi barang-barang, Apabila nilai kepuasan itu tinggi maka tinggi pulalah nilai guna barang tersebut.
Nilai guna barang dapat dibedakan menjadi dua, yakni nilai pakai dan nilai tukar.
1. Nilai Pakai (Value in Use)
Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang dan jasa untuk digunakan oleh konsumen. Nilai pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai pakai subjektif dan nilai pakai objektif.
· Nilai Pakai Subjektif, merupakan kemampuan suatu benda untuk dapat dipakai dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Misalnya kacamata resep dokter, lukisan dan intan utiara.
· Nilai Pakai Objektif, merupakan kemapuan suatu benda untuk dapat dipakai dalam memenuhi kebutuhan pada umumnya. Misalnya beras, pakaian, dan perumahan.
2. Nilai Tukar (value in exchange)
Nilai tukar adalah kemampuan suatu barang untuk ditukar dengan barang lainnya. NIlai tukar dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar subjektif dan nilai tukar objektif.
· Nilai Tukar Subjektif, merupakan kemampuan suatu benda sehubungan dengan penilaian seseorang bahwa benda tersebut dapat ditukarkan dengan benda lain. Misalnya nelayan yang mempuntai perahu.
· Nilai Tukar Objektif, merupakan kemampuan suatu benda sehubungan dengan benda tersebut dapat ditukar dengan benda lain. Misalnya emas dan uang.
Senin, 28 Maret 2011
Sejarah umum seni lukis
CONTOH SENI KRIYA
Contoh Seni Kriya
Posted in Label: Seni Budaya
07:01
Wayan Seriyoga Parta Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (bhs Sanskerta) yang berarti ‘mengerjakan’, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan
sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni” (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002).
sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni” (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002).
sejarah seni
Sejarah umum seni lukis
Zaman prasejarah
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Panduan Awal Membuat Blog
Cara Mudah Membuat Banner
Untuk membuat banner (Link Baner) tentunya merupakan hal yang mudah bagi yang mengerti software2 desain seperti Adobe Photoshop, Image Ready, Corel Draw dll. Tapi bagi yang tidak tahu dengan software2 tersebut pastilah merasa sulit. Tapi jangan kawatir dan jangan berkecil hati, berikut ini akan aku tunjukkan cara yang mudah untuk membuat link banner tanpa harus mengerti software2 desain. Hanya dengan memilih dan sedikit otak-atik maka kamu nantinya bisa memiliki link banner yang cukup menarik. Mau tahu caranya?
Tips Memasang Google Friend Connect
Setelah bertanya sana sini situ tentang Tips Memasang Google Friend Connect dari mbah google, alhasil Saya tidak menemukan apa yang Saya cari. Yang Sedang Saya cari dari mbah google adalah tentang perbedaan menggunakan google friend yang langsung dari blogger dengan widget google friend dari situsnya langsung yang tampilannya menarik dan dapat kita ubah - ubah tampilannya sesuai dengan keinginan kita.
Cara Pasang Tombol Share it di Setiap Bagian Atas Postingan
CARA MEMBUAT BLOG
Pada address browser anda ketik http://blogger.com
- Setelah itu akan tampil seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Tutorial Membuat Readmore Otomatis
PERTAMA, silakan masuk ke acount blogger anda kemudian pilih Edit Html, jangan lupa memberikan tanda ceklis pada bacaan "Expand Widget Template" atau lihat gambar di bawah ini :
cari kode </head> kemudian masukkan script di bawah ini persis dibawah kode tersebut.
<script type='text/javascript'> var thumbnail_mode = "no-float" ; summary_noimg = 430; summary_img = 340; img_thumb_height = 100; img_thumb_width = 120; </script> <script src='http://rizqi.moehamed.googlepages.com/read-moreotomatis.js' type='text/javascript'/>
KEDUA, cari kode html berikut ini : <data:post.body/> atau <p><data:post.body/></p> ganti kode tersebut dengan kode di bawah ini :
<b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>
<div expr:id='"summary" + data:post.id'><data:post.body/></div>
<script type='text/javascript'>createSummaryAndThumb("summary<data:post.id/>");
</script>
<span class='rmlink' style='float:right;padding-top:20px;'>
<a expr:href='data:post.url'>»»  READMORE...</a></span>
</b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'><data:post.body/></b:if>
Keterangan : tulisan yang berwarna merah adalah yang bisa anda ganti. <div expr:id='"summary" + data:post.id'><data:post.body/></div>
<script type='text/javascript'>createSummaryAndThumb("summary<data:post.id/>");
</script>
<span class='rmlink' style='float:right;padding-top:20px;'>
<a expr:href='data:post.url'>»»  READMORE...</a></span>
</b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'><data:post.body/></b:if>
==> Summary noimg 430 = tinggi artikel terpenggal tanpa image
==> Summar img 430 = tinggi artikel terpenggal dengan image
==> Readmore bisa anda ganti dengan Baca Selengkapnya, full read dll...KETIGA, klik save templateSelanjutnya anda bisa melakukan postingan dan lihat hasilnya, Readmore atau baca selengkapnya akan secara otomatis terpasang setelah anda publish postingannya.
LIMIT FUNGSI
A. Limit Fungsi Aljabar
KESETIMBANGAN
Apabila Anda meniupkan uap panas ke sebuah besi yang panas, uap panas ini akan bereaksi dengan besi dan
membentuk sebuah besi oksida magnetik berwarna hitam yang disebut ferri ferro oksida atau magnetit, Fe3O4.
Netralisasi
Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan asam oleh basa dan menghasilkan air. Hasil air merupakan produk dari reaksi antara ion H+ pembawa sifat asam dengan ion hidroksida (OH-) pembawa sifat basa,
reaksi : H+ + OH- → H2O
reaksi : H+ + OH- → H2O
Asam basa
Kata Kunci: Derajat keasaman, hujan asam, laboratorium kimia, Proses netralisasi
Ditulis oleh Suparni Setyowati Rahayu pada 06-09-2009
LATAR BELAKANG KEDATANGAN ORANG – ORANG EROPA KE DUNIA TIMUR
PERKEMBANGAN PENGARUH BARAT DAN PERUBAHAN EKONOMI, DEMOGRAFI DAN KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL
PENDUDUKAN JEPANG
PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA
Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah.
DEMOKRASI LIBERAL
Suatu Refleksi Teoritik
Lebih dari sepuluh tahun silam, tepatnya di tahun 1989, masyarakat politik dunia digemparkan dengan hadirnya satu artikel kontroversial bertajuk The End of History? yang dikarang oleh Francis Fukuyama. Artikel ini lantas dikembangkan menjadi satu buku utuh dan komprehensif yang mengelaborasi perkembangan masyarakat dunia dalam kurun waktu kontemporer melalui pendekatan filsafat sejarah, ia pinjam dari Hegel, yang lantas berujung pada satu kesimpulan bahwa tujuan sejarah, atau akhir sejarah, adalah masyarakat kapitalis dengan sistem politik demokrasi liberal (Fukuyama, 2004).
perjajian renvile
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Renville
Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
sistem pemerintah
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
Hubungan Internasional
Masyarakat Madani
Masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter orde baru tumbang selang satu tahun ini. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah dihadapi oleh bangsa kita. Kecenderungan sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian.
gaya
Keseimbangan
Telah dikatakan sebelumnya bahwa suatu benda tegar dapat mengalami gerak translasi (gerak lurus) dan gerak rotasi. Benda tegar akan melakukan gerak translasi apabila gaya yang diberikan pada benda tepat mengenai suatu titik yang yang disebut titik berat.
Gaya gesekan
DINAMIKA
DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
Pendahuluan.
Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA.
KAYA ILMIAH
.Pengertian Karya Ilmiah
A. Pengertian dari Ahli Bahasa
Karya Ilmiah terbagi atas karangan ilmiah dan laporan ilmiah. Karangan ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya.
Rangkuman
Sistem operasi telah berkembang selama lebih dari 40 tahun dengan dua tujuan utama. Pertama, sistem operasi mencoba mengatur aktivitas-aktivitas komputasi untuk memastikan pendayagunaan yang baik dari sistem komputasi tersebut. Kedua, menyediakan lingkungan yang nyaman untuk pengembangan dan jalankan dari program.
Contoh Karya Tulis Global Warming Penelitian Terhadap Kebenaran Pemanasan Global
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Semenjak manusia pada jaman purbakala sampai dengan jaman sekarang, manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya yang telah kita kenal dengan berbagai jaman seperti jaman meolitikum, neolitikum. Peradaban manusia telah mengalami kemajuan sampai sekarang.
A. Latar Belakang
Semenjak manusia pada jaman purbakala sampai dengan jaman sekarang, manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya yang telah kita kenal dengan berbagai jaman seperti jaman meolitikum, neolitikum. Peradaban manusia telah mengalami kemajuan sampai sekarang.
Notulen Rapat 11 Agustus 2009
Rapat ke-1 ITB84 Memberi
Selasa 11 Agustus 2009
Restoran Sari Kuring, SCBD,Jakarta
Selasa 11 Agustus 2009
Restoran Sari Kuring, SCBD,
diskusi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Sedang ada Konferensi "Together for the Gospel" pada Bulan April 2006
siswa SMP sedang berdiskusi
Menghargai karya orang lain
Saat konten disebar secara digital, memang menjadi sangat rawan untuk dibajak. Kita sudah tahu lah ya tentang lagu-lagu yang dibajak di ranah daring. Saat musisi mengeluarkan album barunya, nggak lama album dengan seluruh lagunya dalam format MP3 bisa ditemukan dengan mudah di jagad maya. Hal yang sangat mudah dilakukan oleh setiap orang yang sudah kenal dengan internet. Tidak hanya lagu, konten berupa foto dan tulisan pun rawan untuk dibajak. Sejak pertama kali ngeblog hingga sekarang, blogger pelaku copy paste (copas) selalu ada.
Menyantuni Kaum Duafa
A. Surah Al Isra 26-27
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit.
Allah Maha Besar. Manusia Lemah Tak Berdaya
IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
3. Meningkatkan keimanan kepada Rasul-rasul Allah.
3.1. Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah ◊ Mampu mengidentifikasi tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
◊ Mampu menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
◊ Mampu menjelaskan sikap beriman kepada Rasul-rasul Allah.
3. Meningkatkan keimanan kepada Rasul-rasul Allah.
3.1. Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah ◊ Mampu mengidentifikasi tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
◊ Mampu menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
◊ Mampu menjelaskan sikap beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Direct Speech / Quoted Speech
Direct and Indirect Speech
When using indirect or reported speech, the form changes. Usually indirect speech is introduced by the verb said, as in I said, Bill said, or they said. Using the verb say in this tense, indicates that something was said in the past. In these cases, the main verb in the reported sentence is put in the past. If the main verb is already in a past tense, then the tense changes to another past tense; it can almost be seen as moving even further into the past.
Kamis, 24 Maret 2011
Past Continuous
- What were you doing then?
- I was eating the dinner when someone knocked at the door.
- When he was sleeping, I was working hard
- I was wondering if you could help me.
We usually use The Past Continuous (Progressive) to talk about longer actions in progress in the past. The actions can be interruped by something ("He was reading when she arrived") or can be happening at the same some ("She was learning English when he was watching TV"). There are also two other uses.
Use
- Actions in progress (in the past)
- Interrupted actions in progress (in the past)
- Actions in progress at the same time (in the past).
- Irritation over something or somebody (in the past)
- Timid / polite question
We use the Past Continuous to express the idea that an action was in progress in the past.
Examples:
- I was watching TV yesterday in the evening.
- She was not crying.
The Past Continuous is often used when one actions in progress is interruped by another action in the past. We usually use "when" to link these two actions. Sentences usually have this form:
[ Sentence in Past Continuous ] + WHEN + [Sentence in Past Simple ]
WHEN + [ Sentence in Past Continuous ] + [Sentence in Past Simple ]
or:
[ Sentence in Past Simple ] + WHEN + [ Sentence in Past Continuous ]
Examples:
- I was talking with James when the telephone rang.
- The plane crashed when Angelica was playing tennis.
To understand this use better, watch this interactive animation:
Explanation
In this cartoon, you can see a man who says: "When I was jogging someone stopped me and asked what time it was.".- Why is this in Past Continuous? Click on the button labled "event 1". You can see that the man is jogging. This is a continuous action. Suddenly, another man stops him and asks what time it is. This is "event 2". Notice that the action of jogging is interrupted by event 2. This is why the use of Past Continuous is correct here.
USE 3: Actions in progress at the same time
We also use this tense to show that two actions are taking place at the same.
Examples:
- I was watching TV and Barbara was reading a book.
- The family was eating the dinner and talking.
If we want to ask a polite question, we can use the Past Continuous.
Examples:
- I was wondering if you could open the window.
- I was thinking you might help me with this problem.
USE 5: Irritation
Remember that you can also express irritation over somebody or something in the past.
Examples:
- She was always coming late for dinner!
Form
To form a sentence in the Past Continuous, what you need is: - The proper conjugation of the auxiliary verb "to be" in the past form
- The Present Participle of your verb (verb + ing)
1. Auxiliary verb "to be"
The past form of the auxiliary verb "to be" is:
- For third person singular: "was"
- For all others: "were"
- She was always coming late for dinner!
- You were always coming late for dinner!
2. The Present Participle
The present participle is of a verb is a verb form that appears with the present tenses. The present participle is formed by adding -ing to the verb.
- talk + ing = talking
- be + ing = being
Positive Sentences
Subject | + | Auxiliary verb | + | Verb + ing |
e.g. I/a dog etc. | was / were | e.g. swimming/talking etc. |
Examples | Use | |
Have you been running? | (Use 2) | |
Has Tom been walking the dog? | (Use 2) | |
How long have you been learning English? | (Use 1) | |
Q: What have you been doing there? A: I've been eating | (Use 1 or Use 2) |
Questions
Auxiliary verb | + | Subject | + | Verb + ing |
was / were | e.g. I/a dog etc. | e.g. swimming/talking etc. |
Examples | Use | |
Have you ever seen this program? | (Use 1) | |
Where has she lived for the past 21 years? | (Use 3) | |
Have you found the telephone number? | (Use 1,2) | |
Have you ever been to France? | (Use 1) | |
Has anyone taken my bag? | (Use 1,2) |
Negative Sentences
Subject | + | Auxiliary verb | + | Verb + ing |
e.g. I/a dog etc. | was not / were not | e.g. swimming/talking etc. |
Examples | Use | |
He hasn't taken any drug for two years | (Use 3) | |
I haven't met my perfect partner yet | (Use 3) | |
They haven't contacted you, have they? | (Use 1) |
Hubungan Internasional
Selain ilmu politik, hubungan internasional menggunakan pelbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum, filsafat, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, studi-studi budaya dalam kajian-kajiannya.[3] HI mencakup rentang isu yang luas, dari globalisasi dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat-masyarakat dan kedaulatan negara sampai kelestrarian ekologis, proliferasi nuklir, nasionalisme, perkembangan ekonomi, terorisme, kejahatan yang terorganisasi, keselamatan umat manusia, dan hak-hak asasi manusia.[4]
Sejarah
Sejarah hubungan internasional sering dianggap berawal dari [Perdamaian Westphalia] pada [1648], ketika sistem negara modern dikembangkan.[5] Sebelumnya, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan [Eropa] didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama.[6]Otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai.[7] [Westphalia] mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi terhadap diplomasi dan tentara.[8] Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor ke Amerika, Afrika, dan Asia, lewat kolonialisme, dan “standar-standar peradaban”.[9] Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi selama [Perang Dingin].[10]Namun, sistem ini agak terlalu disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”, banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai “pra-modern”. Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”.Kemampuan wacana HI untuk menjelaskan hubungan-hubungan di antara jenis-jenis negara yang berbeda ini diperselisihkan.[11] “Level-level analisis” adalah cara untuk mengamati sistem internasional, yang mencakup level individual, negara-bangsa domestik sebagai suatu unik, level internasional yang terdiri atas persoalan-persoalan transnasional dan internasional level global.[12]Studi Hubungan internasional
Pada mulanya, hubungan internasional sebagai bidang studi yang tersendiri hampir secara keseluruhan berkiblat ke Inggris.[13]Pada 1919, Dewan Politik internasional dibentuk di University of Wales, Aberystwyth, lewat dukungan yang diberikan oleh David Davies, menjadi posisi akademis pertama yang didedikasikan untuk HI.[14] Pada awal 1920-an, jurusan Hubungan Internasional dari London School of Economics didirikan atas perintah seorang pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Phillip Noel-Baker.Pada 1927, Graduate Institute of International Studies (Institut universitaire de hautes Ã(c)tudes internationales), didirikan di Jenewa, Swiss; institut ini berusaha menghasilkan sekelompok personel khusus untuk Liga Bangsa-bangsa.[15] Program HI tertua di Amerika Serikat ada di Edmund A. Walsh School of Foreign Service yang merupakan bagian dari Georgetown Unversity.[16] Sekolah tinggi pertama jurusan hubungan internasional yang menghasilkan lulusan bergelar sarjana adalah Fletcher Schooldi Tufts.[17] Meskipun pelbagai sekolah tinggi yang didedikasikan untuk studi HI telah didirikan di Asia dan Amerika Selatan, HI sebagai suatu bidang ilmu tetap terutama berpusat di Eropa dan Amerika Utara.[18]Teori hubungan internasional
Artikel utama: Teori hubungan internasionalApa yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I, dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini.Namun, teori HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya. Penggunaan huruf besar “H” dan “I” dalam hubungan internasional bertujuan untuk membedakan disiplin Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional. Banyak orang yang mengutip Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli memberikan pengembangan lebih lanjut. Demikian juga, liberalisme menggunakan karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant sering dikutip sebagai pengembangan pertama dari Teori Perdamaian Demokratis. Meskipun hak-hak asasi manusia kontemporer secara signifikan berbeda dengan jenis hak-hak yang didambakan dalam hukum alam, Francisco de Vitoria, Hugo Grotius, dan John Locke memberikan pernyataan-pernyataan pertama tentang hak untuk mendapatkan hak-hak tertentu berdasarkan kemanusiaan secara umum. Pada abad ke-20, selain teori-teori kontemporer intenasionalisme liberal, Marxisme merupakan landasan hubungan internasional.
Perkembangan fenomena hubungan internasional telah memasuki aspek-aspek baru, dimana Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji tentang negara, tetapi juga mengkaji tentang peran aktor non-negara di dalam ruang lingkup politik global.[ Peran non-state actor yang semakin dominan mengindikasikan bahwa non-state actor memegang peran yang penting.[
Dewasa ini, fenomena hubungan internasional telah memasuki ranah budaya (seperti klaim tari pendet Malaysia terhadap indonesia), sehingga Hubungan Internasional memerlukan kajian teoritis dari dispilin ilmu lainnya.
Teori Epistemologi dan teori HI
Teori-teori Utama Hubungan Internasional Realisme [[Neorealisme], Dipelopori oleh Kenneth Waltz, istilah kunci : struktur, agen, sistem internasional[rujukan?]Idealisme, Dipelopoeri oleh Imanuel Kant, istilah kunci : Pacific UnION[rujukan?]Liberalisme. Dipelopori oleh Robert Keohane, istilah kunci : complex interdepency[rujukan?]Neoliberalisme,[rujukan?]Marxisme dan Neo Marxis[rujukan?]Teori dependensi[rujukan?]Teori kritis dipelopori oleh Jurgen Habermas, istilah kunci : Paradigma Komunikasi, Paradigma Kesadaran, Alienisasi, Emansipatoris.[rujukan?]Konstruksivisme[rujukan?]Fungsionalisme[rujukan?]Neofungsiionalisme[rujukan?]Negativitas Total dari TW Adorno, untuk memahami isu-isu lingkungan[rujukan?]Masyarakat Konsumtif dari Herbert Marcuse, untuk memahami hubungan antara masyarakat dengan budaya global[rujukan?]
Secara garis besar teori-teori HI dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis “positivis” dan “pasca-positivis”.[rujukan?] Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan material.[rujukan?] Teori-teori ini biasanya berfokus berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan lain-lain.[rujukan?] Epistemologi pasca-positivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas-nilai.[rujukan?] Epistemologi ini menolak ide-ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial dan bahwa suatu “ilmu” HI adalah tidak mungkin.[rujukan?]
Perbedaan kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa sementara teori-teori positivis, seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat sebab-akibat (seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori pasca-positivis pasca-positivis berfokus pada pertanyaan-pertanyaan konstitutif, sebagai contoh apa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan”; hal-hal apa sajakah yang membentuknya, bagaimana kekuasaan dialami dan bagaimana kekuasaan direproduksi.[rujukan?] Teori-teori pasca-positivs secara eksplisit sering mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI, dengan mempertimbangkan etika. Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam HI “tradisional” karena teori-teori positivis membuat perbedaan antara “fakta-fakta” dan penilaian-penilaian normatif, atau “nilai-nilai”.[rujukan?] Selama periode akhir 1980-an/1990 perdebatan antara para pendukung teori-teori positivis dan para pendukung teori-teori pasca-positivis menjadi perdebatan yang dominan dan disebut sebagai “Perdebatan Terbesar” Ketiga (Lapid 1989.)[rujukan?]
Islam, yang hanya dipandang orang dan para akademisi hanya sebagai agama, ternyata menyimpan pemikiran hubungan internasional.[rujukan?] Sejarah mencatat kekuasaan Islam atau khalifah pada sekitar abad 7M.[rujukan?] Pada masa ini, khalifah Islam merupakan suatu global polis atau tatanan hubungan internasional, karena menata hubungan wilayah-wilayah yang disatukan ke dalam bentuk polis.[rujukan?] Apabila dikaji lebih dalam, khalifah Islam merupakan suatu order atau tatanan yang mengatur seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.[rujukan?] Misalnya hukum ekonomi global berlandaskan pada hukum ekonomi Islam, dimana hukum ekonomi Islam tidak mengutamakan riba ( keuntungan atau jiwa-jiwa kapitalis seperti yang diungkapkan oleh Pemikiran Marxis, tetapi suatu sistem ekonomi yang win-win solution serta mengutamakan kesejahteraan bersama, bukan keuntungan pihak tertentu saja. Bandingkan dengan pemikiran-pemikiran ekonomi sekarang ini, seperti Neolib dll, dimana pemikiran telah menciptakan keterbelakangan dan ketergantungan ( depedensi ) yang berakibat pada kesenjangan global.[rujukan?]
Teori politik adalah salah satu kajian di dalam bidang hubungan internasional.[rujukan?] Teori politik pada dasarnya adalah tentang tata negara.[rujukan?] Pemikiran sistem politik demokrasi yang diadopsi oleh negara-negara berkembang merupakan kajian teori politik.[rujukan?] Islam adalah sumber teori politik, karena memuat seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.[rujukan?] Sebagai contoh, sistem ekonomi Islam merupakan teori politik yang bertujuan menjamin kesejahteraan bersama sehingga manusia menjadi "mansalahat" atau tentram.[rujukan?] Teori politik yang bersumber dari pemikiran barat adalah suatu mal-praktik bagi manusia itu sendiri, karena manusia tidak menerima esensinya sendiri, tetapi mencari esensi lain yang berakibat pada jatuhnya manusia kepada jurang alienisasi.[rujukan?]
Menurut Imanuel Kant, perdamaian akan tercipta apabila negara-negara menganut sistem demokrasi.[rujukan?] Perpertual peace adalah perdamaian yang timbul karena negara-negara menganut sistem demokrasi.[rujukan?] Ini adalah kesalahan besar.[rujukan?] Perdamaian hanya akan timbul apabila manusia menerima esensinya sebagai manusia, dengan cara menerapkan teori politik Islam yang merupakan sumber dari order manusia itu sendiri.[rujukan?]
Teori-teori Positivis
Realisme
Realisme, sebagai tanggapan terhadap liberalisme, pada intinya menyangkal bahwa negara-negara berusaha untuk bekerja sama.[rujukan?] Para realis awal seperti E.H. Carr, Daniel Bernhard, dan Hans Morgenthau berargumen bahwa, untuk maksud meningkatkan keamanan mereka, negara-negara adalah aktor-aktor rasional yang berusaha mencari kekuasaan dan tertarik kepada kepentingan diri sendiri (self-interested). Setiap kerja sama antara negara-negara dijelaskan sebagai benar-benar insidental. Para realis melihat Perang Dunia II sebagai pembuktian terhadap teori mereka. Perlu diperhatikan bahwa para penulis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes sering disebut-sebut sebagai “bapak-bapak pendiri” realisme oleh orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai realis kontemporer. Namun, meskipun karya mereka dapat mendukung doktrin realis, ketiga orang tersebut tampaknya tidak mungkin menggolongkan diri mereka sendiri sebagai realis (dalam pengertian yang dipakai di sini untuk istilah tersebut).Liberalisme/idealisme/Internasionalisme Liberal
Teori hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I untuk menanggapi ketidakmampuan negara-negara untuk mengontrol dan membatasi perang dalam hubungan internasional mereka.[rujukan?] Pendukung-pendukung awal teori ini termasuk Woodrow Wilson dan Normal Angell, yang berargumen dengan berbagai cara bahwa negara-negara mendapatkan keuntungan dari satu sama lain lewat kerjasama dan bahwa perang terlalu destruktif untuk bisa dikatakan sebagai pada dasarnya sia-sia. Liberalisme tidak diakui sebagai teori yang terpadu sampai paham tersebut secara kolektif dan mengejek disebut sebagai idealisme oleh E.H. Carr. Sebuah versi baru “idealisme”, yang berpusat pada hak-hak asasi manusia sebagai dasar legitimasi hukum internasional, dikemukakan oleh Hans Kóchler.[rujukan?]Neorealisme
Neorealisme terutama merupakan karya Kenneh Waltz (yang sebenarnya menyebut teorinya “realisme struktural” di dalam buku karangannya yang berjudul Man, the State, and War).[rujukan?] Sambil tetap mempertahankan pengamatan-pengamatan empiris realisme, bahwa hubungan internasional dikarakterka oleh hubungan-hubungan antarnegara yang antagonistik, para pendukung neorealisme menunjuk struktur anarkis dalam sistem internasional sebagai penyebabnya.[rujukan?] Mereka menolak berbagai penjelasan yang mempertimbangkan pengaruh karakteristik-karakteristik dalam negeri negara-negara.[rujukan?] Negara-negara dipaksa oleh pencapaian yang relatif (relative gains) dan keseimbangan yang menghambat konsentrasi kekuasaan.[rujukan?] Tidak seperti realisme, neo-realisme berusaha ilmiah dan lebih positivis.[rujukan?] Hal lain yang juga membedakan neo-realisme dari realisme adalah bahwa neo-realisme tidak menyetujui penekanan realisme pada penjelasan yang bersifat perilaku dalam hubungan internasional.[rujukan?]Neoliberalisme
Neoliberalisme berusaha memperbarui liberalisme dengan menyetujui asumsi neorealis bahwa negara-negara adalah aktor-aktor kunci dalam hubungan internasional, tetapi tetap mempertahankan pendapat bahwa aktor-aktor bukan negara dan organisasi-organisasi antarpemerintah adalah juga penting. Para pendukung seperti Maria Chatta berargumen bahwa negara-negara akan bekerja sama terlepas dari pencapaian-pencapaian relatif, dan dengan demikian menaruh perhatian pada pencapaian-pencapaian mutlak.[rujukan?] Meningkatnya interdependensi selama Perang Dingin lewat institusi-institusi internasional berarti bahwa neo-liberalisme juga disebut institusionalisme liberal.[rujukan?] Hal ini juga berarti bahwa pada dasarnya bangsa-bangsa bebas membuat pilihan-pilihan mereka sendiri tentang bagaimana mereka akan menerapkan kebijakan tanpa organisasi-organisasi internasional yang merintangi hak suatu bangsa atas kedaulatan.[rujukan?] Neoliberalimse juga mengandung suatu teori ekonomi yang didasarkan pada penggunaan pasar-pasar yang terbuka dan bebas dengan hanya sedikit, jika memang ada, intervensi pemerintah untuk mencegah terbentuknya monopoli dan bentuk-bentuk konglomerasi yang lain.[rujukan?] Keadaan saling tergantung satu sama lain yang terus meningkat selama dan sesudah Perang Dingin menyebabkan neoliberalisme didefinisikan sebagai institusionalisme, bagian baru teori ini dikemukakan oleh Robert Keohane dan juga Joseph Nye.[rujukan?]eori Rejim
Teori rejim berasal dari tradisi liberal yang berargumen bahwa berbagai institusi atau rejim internasional mempengaruhi perilaku negara-negara (maupun aktor internasional yang lain).[rujukan?] Teori ini mengasumsikan kerjasama bisa terjadi di dalam sistem negara-negara anarki. Bila dilihat dari definisinya sendiri, rejim adalah contoh dari kerjasama internasional.[rujukan?] Sementara realisme memprediksikan konflik akan menjadi norma dalam hubungan internasional, para teoritisi rejim menyatakan kerjasama tetap ada dalam situasi anarki sekalipun.[rujukan?] Seringkali mereka menyebutkan kerjasama di bidang perdagangan, hak asasi manusia, dan keamanan bersama di antara isu-isu lainnya.[rujukan?] Contoh-contoh kerjasama tadilah yang dimaksud dengan rejim.[rujukan?] Definisi rejim yang paling lazim dipakai datang dari Stephen Krasner. Krasner mendefinisikan rejim sebagai “institusi yang memiliki sejumlah norma, aturan yang tegas, dan prosedur yang memfasilitasi sebuah pemusatan berbagai harapan.[rujukan?] Tapi tidak semua pendekatan teori rejim berbasis pada liberal atau neoliberal; beberapa pendukung realis seperi Joseph Greico telah mengembangkan sejumlah teori cangkokan yang membawa sebuah pendekatan berbasis realis ke teori yang berdasarkan pada liberal ini.[rujukan?] (Kerjasama menurut kelompok realis bukannya tidak pernah terjadi, hanya saja kerjasama bukanlah norma; kerjasama merupakan sebuah perbedaan derajat).[rujukan?]Teori-teori pasca-positivis/reflektivis
Teori masyarakat internasional (Aliran pemikiran Inggris)
Teori masyarakat internasional, juga disebut Aliran Pemikiran Inggris, berfokus pada berbagai norma dan nilai yang sama-sama dimiliki oleh negara-negara dan bagaimana norma-norma dan nilai-nlai tersebut mengatur hubungan internasional.[rujukan?] Contoh norma-norma seperti itu mencakup diplomasi, tatanan, hukum internasional.[rujukan?] Tidak seperti neo-realisme, teori ini tidak selalu positivis.[rujukan?] Para teoritisi teori ini telah berfokus terutama pada intervensi kemanusiaan, dan dibagi kembali antara para solidaris, yang cenderung lebih menyokong intervensi kemanusiaan, dan para pluralis, yang lebih menekankan tatanan dan kedaulatan, Nicholas Wheeler adalah seorang solidaris terkemuka, sementara Hedley Bull mungkin merupakan pluraris yang paling dikenal.[rujukan?]Konstruktivisme Sosial
Kontrukstivisme Sosial mencakup rentang luas teori yang bertujuan menangani berbagai pertanyaan tentang ontologi, seperti perdebatan tentang lembaga (agency) dan Struktur, serta pertanyaan-pertanyaan tentang epistemologi, seperti perdebatan tentang “materi/ide” yang menaruh perhatian terhadap peranan relatif kekuatan-kekuatan materi versus ide-ide.[rujukan?] Konstruktivisme bukan merupakan teori HI, sebagai contoh dalam hal neo-realisme, tetapi sebaliknya merupakan teori sosial.[rujukan?] Konstruktivisme dalam HI dapat dibagi menjadi apa yang disebut oleh Hopf (1998) sebagai konstruktivisme “konvensional” dan “kritis”.[rujukan?] Hal yang terdapat dalam semua variasi konstruktivisme adalah minat terhadap peran yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan ide.[rujukan?] Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander Wendt menulis pada 1992 tentang Organisasi Internasional (kemudian diikuti oleh suatu buku, Social Theory of International Politics 1999), “anarki adalah hal yang diciptakan oleh negara-negara dari hal tersebut”.[rujukan?] Yang dimaksudkannya adalah bahwa struktur anarkis yang diklaim oleh para pendukung neo-realis sebagai mengatur interaksi negara pada kenyataannya merupakan fenomena yang secara sosial dikonstruksi dan direproduksi oleh negara-negara.[rujukan?] Sebagai contoh, jika sistem internasional didominasi oleh negara-negara yang melihat anarki sebagai situasi hidup dan mati (diistilahkan oleh Wendt sebagai anarki “Hobbesian”) maka sistem tersebut akan dikarakterkan dengan peperangan.[rujukan?] Jika pada pihak lain anarki dilihat sebagai dibatasi (anarki “Lockean”) maka sistem yang lebih damai akan eksis.[rujukan?] Anarki menurut pandangan ini dibentuk oleh interaksi negara, bukan diterima sebagai aspek yang alami dan tidak mudah berubah dalam kehidupan internasional seperti menurut pendapat para pakar HI non-realis.[rujukan?] Namun, banyak kritikus yang muncul dari kedua sisi pembagian epistemologis tersebut.[rujukan?] Para pendukung pasca-positivis mengatakan bahwa fokus terhadap negara dengan mengorbankan etnisitas/ras/jender menjadikan konstrukstivisme sosial sebagai teori positivis yang lain.[rujukan?] Penggunaan teori pilihan rasional secara implisit oleh Wendt juga telah menimbulkan pelbagai kritik dari para pakar seperti Steven Smith. Para pakar positivis (neo-liberalisme/realisme) berpendapat bahwa teori tersebut mengenyampingkan terlalu banyak asumsi positivis untuk dapat dianggap sebagai teori positivis.[rujukan?]Teori Kritis
(Artikel utama: Teori hubungan internasional kritis) Teori hubungan internasional kritis adalah penerapan “teori kritis” dalam hubungan internasional.[rujukan?] Pada pendukung seperti Andrew Linklater, Robert W. Cox, dan Ken Booth berfokus pada kebutuhan terhadap emansipansi (kebebasan) manusia dari Negara-negara.[rujukan?] Dengan demikian, adalah teori ini bersifat “kritis” terhadap teori-teori HI “mainstream” yang cenderung berpusat pada negara (state-centric).[rujukan?] Catatan: Daftar teori ini sama sekali tidak menyebutkan seluruh teori HI yang ada. Masih ada teori-teori lain misalnya fungsionalisme, neofungsionalisme, feminisme, dan teori dependen.Marxisme
Teori Marxis dan teori Neo-Marxis dalam HI menolak pandangan realis/liberal tentang konflik atau kerja sama negara, tetapi sebaliknya berfokus pada aspek ekonomi dan materi.[rujukan?] Marxisme membuat asumsi bahwa ekonomi lebih penting daripada persoalan-persoalan yang lain; sehingga memungkinkan bagi peningkatan kelas sebagai fokus studi.[rujukan?] Para pendukung Marxis memandang sistem internasional sebagai sistem kapitalis terintegrasi yang mengejar akumulasi modal (kapital).[rujukan?] Dengan demikian, periode kolonialisme membawa masuk pelbagai sumber daya untuk bahan-bahan mentah dan pasar-pasar yang pasti (captive markets) dancuk...dancukk..dancukkkuntuk ekspor, sementara dekolonisasi membawa masuk pelbagai kesempatan baru dalam bentuk dependensi (ketergantungan).[rujukan?] Berkaitan dengan teori-teori Marx adalah teori dependensi yang berargumen bahwa negara-negara maju, dalam usaha mereka untuk mencapai kekuasaan, menembus negara-negara berkembang lewat penasihat politik, misionaris, pakar, dan perusahaan multinasional untuk mengintegrasikan negara-negara berkembang tersebut ke dalam sistem kapitalis terintegrasi untuk mendapatkan sumber-sumber daya alam dan meningkatkan dependensi negara-negara berkembang terhadap negara
Langganan:
Postingan (Atom)